Thursday, May 13, 2010

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA (MUI)

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA (MUI)
TENTANG DARUL ARQAM
 
Bismillaahirrahmaanirrahiim
 

Sejak tahun 1992, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah membahas dan membicarakan secara mendalam tentang masalah Darul Arqam dan mendiskusikannya secara seksama khususnya ajaran yang menyatakan bahwa Aurad Muhammadiyah Darul Arqam diterima secara langsung oleh Syekh Suhaemi, tokoh Darul Arqam, dari Rasulullah SAW di Ka'bah dalam keadaan jaga.
 
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengambil kesepakatan untuk meluruskan ajaran Darul Arqam yang dipandang menyimpang seperti tersebut di atas. Dipandang dari kaca mata hukum Islam (Fiqh) hal ini tidak dapat dibenarkan, sebab dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW semua ajaran Islam yang harus disampaikan kepada ummat telah selesai, tak satu pun yang tertinggal. Dengan demikian, sepeninggal nabi tidak ada lagi susulan dari Nabi, sejalan dengan firman Allah, surat Al-Maidah ayat 3: "Alyawma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu 'alaikum ni'matii wa rodliitu lakumul Islaama diina."

Pada awal tahun 1994, masalah Darul Arqam muncul kembali dengan adanya keputusan fatwa dari beberapa majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I. Untuk mengatasi masalah Darul Arqam itu, pada tanggal 7 Shafar 1415 H./16 Juli 1994 Majelis Ulama Indonesia mengadakan Silturrahim Nasional di Pekanbaru bersamaan dengan Musabaqah Tilawatil Quran Tingkat Nasional.
 
Dalam Silaturrahim Nasional tersebut diperoleh kesepakatan sebagai berikut:
 
1. Darul Arqam yang inti ajarannya Aurad Muhammadiyah adalah faham yang menyimpang dari aqidah Islam serta faham yang sesat menyesatkan.
 
2. Untuk memelihara kemurnian ajaran Islam dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengusulkan kepada kejaksanaan Agung segera mengeluarkan larangan terhadap ajaran Darul Arqam dan aktivitasnya.
 
3. Menyerukan kepada ummat Islam, terutama kaum remaja, agar tidak terpengaruh oleh ajaran yang sesat dan menyesatkan itu.
 
4. Kepada ummat Islam yang sudah terlanjur mengikuti ajaran tersebut agar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar, ajaran yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
 
5. Menyerukan kepada para ulama, muballigh/muballighat, da'I dan ustadz untuk meningkatkan dkwah Islamiyah, amar ma'ruf nahi munkar.

Selanjutnya pada tanggal 5 Rabi'ul Awwal 1415 H./13 Agustus 1994 M. Majelis Ulama Indonesia mengadakan Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama ketua-ketua Majelis Ulama Daerah Tingkat I seluruh Indonesia yang menghasilkan keputusan tentang Darul Arqam yang lengkapnya sebagai berikut:
 
Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Daerah Tingkat I seluruh Indonesia, pada tanggal 5 Rabi'ul Awwal 1415 H./13 Agustus 1994 M. di Jakarta, setelah:

Menimbang :
 
1. Bahwa dengan adanya keputusan dari beberapa Majelis Ulama Daerah Tingkat I tentang Darul Arqam, Keputusan Kejaksaan Agung RI tentang larangan beredar buku Aurad Muhammadiyah, pegangan Darul Arqam, dan Instruksi Jaksa Agung RI tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul : "Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah", serta tanggapan dan reaksi masyarakat yang dimuat dalam media massa atau yang ditujukan langsung kepada majelis Ulama Indonesia, maka Majelis Ulama Indonesia berkewajiban mengambil sikap terhadapa faham tersebut.
 
2. Bahwa untuk memelihara kemurnian aqidah Islamiyah dan memperkokoh ukhuwwah Islamiyah dalam rangka memantapkan keamanan, ketertiban, dan stabilitas nasional, majelis Ulama Indonesia perlu mengeluarkan keputusan tentang Darul Arqam.
   
Memperhatikan :
 
1. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Aceh Nomor: 450/079/SK/1992 tentang Darul Arqam.
 
2. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat tanggal 22 Syawal 1410 H./17 Mei 1990M. tentang Darul Arqam.
 
3. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Riau Nomor: 081/MUI/Riau/IV/1994 tanggal 18 April 1994 tentang Darul Arqam dan Yayasan Al-Arqam.
 
4. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Selatan tanggal 22 Juni 1992 tentang dukungan terhadap keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat.
 
5. Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 1 Agustus 1992 dan diperkuat dalam rapatnya tanggal 6 Agustus 1994.
 
6. Kesepakatan Silaturrahim Nasional Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I seluruh Indonesia tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru Riau.

Memperhatikan lagi :
 
1. Keputusan jaksa Agung RI Nomor: Kep-016/J.A/01/1993 tanggal 29 Januari 1993 tentang larangan beredarnya buku Aurad Muhammadiyah pegangan Darul Arqam, oleh Ustadz Azhari Muhammad, penerbit Penerengan Al-Arqam Malaysia.
 
2. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor: INS-006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, tentang tindakan pengamanan terhadap larangan berdearnya buku "Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah" , pengarang Abuya Syech Imam Azhari Muhammad, penyusun Ustadzah Chadijah Aam, penerbit: Penerbitan Al-Arqam (PAI), Jalan Margonda Raya No. 50 Depok 16424 dan/atau barang cetakan sejenis yang diterbitkan di tempat tersebut.
 

Mengingat :
 
1. Pancasila dan UUD 1945.
 
2. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga, serta Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. 
Mendengar :
 
1. Penjelasan Menteri Agama/Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
 
2. Penjelasan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
 
3. Pendapat, saran, usul dan kesepakatan peserta Rapat pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
  
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
 
MEMUTUSKAN
 
Menetapkan :
 
1. Mendukung sepenuhnya Keputusan majelis Ulama Indonesia Daerah istimewa Aceh, Majelis Ulama Indonesia Tingkat I Sumatera Barat, Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Riau, dan Keputusan Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, serta kesepakatan silaturrahmi nasional Majelis Ulama Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I, tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru, yang pada intinya menyatakan bahwa ajaran Darul Arqam adalah ajaran yang menyimpang dari Aqidah islamiyah.
 
2. Mendukung sepenuhnya Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep-016/J.A/01/1993 tanggal 29 Januari 1993 tentang larangan beredarnya buku "Aurad Muhammadiya; Pegangan Darul arqam" oleh ustadz Azhari Muhammad, penerbitan; Penerbitasn Al-Arqam Malaysia dan Instruksi Jaksa Agung No:INS-006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul :"Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah" , pengarang Abuya Syech Imam Azhari Muhammad, Penyusun Ustadzah Chadijah Aam, penerbit: Penerbitan Al-Arqam Indonesia (PAI), Jalan Margonda Raya No.50 Depok 16424 dan/atau barang cetakan sejenis yang diterbitkan ditempat.
 
3. Mengusulkan kepada Jaksa Agung RI untuk mengeluarkan larangan terhadap Darul Arqam dan penyebarannya demi terpeliharanya kemurnian ajaran Islam dan keutuhan bangsa.
 
4. Menyerukan kepada umat Islam agar tidak terpengaruh oleh ajaran Darul Arqam tersebut.
 
5. Kepada umat Islam yang sudah terlanjur mengikuti ajaran tersebut agar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar, ajaran yang sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
 
6. Menyerukan kepada para Ulama, muballigh-muballighat, da'I dan ustadz untuk meningkatkan dakwah Islamiyah, amar ma'ruf nahi munkar.
Jakarta, 6 Rabi'ul Awwal 1415 H
13   Agustus   1994  M
 

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS  ULAMA  INDONESIA
 
Ketua Umum,                                          Sekretaris Umum,
 
ttd.                                                           ttd.
 
 
 
K.H. HASAN BASRI                                 H.S. PRODJOKUSUMO
 
==============================================
by arland,
sumber : "Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia".
 

Di Malaysia Rufaqa' Di Indonesia Hawariyun

Sejarah Darul Arqam dan Pendirinya

Darul Arqam didirikan oleh Ashari Muhammad, lelaki berkelahiran 30 Oktober 1937. Oleh pengikutnya, Ashaari Muhammad biasa dipanggil Abuya atau Buya. Abuya Ashaari Muhammad adalah alumi Ma’had Hishamuddin yang bertempat di Klang, Selangor, Malaysia.

Pada tahun 1966 Abuya Ashaari Muhammad yang berakidah Asy’ariah dan beraliran tasawuf Al-Ghazali ini, sakit keras selama empat bulan. Dia mengaku, pada saat itu dia bertemu dengan para ulama dan mengaji kepada mereka.

Abuya Ashaari Muhammad yang pernah bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan kemudian Jama’atu-Tabligh ini, pada tahun 1967 bersuluk selama dua tahun di sebuah rumah yang disebut “Rumah Putih”. Di rumah itulah dia mengaku bermimpi bertemu dengan Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi (meninggal pada tahun 1925), yang diyakini sebagai Imam Mahdi olehnya.

Pada tahun 1969, di “Rumah Putih” itu Abuya Ashaari Muhammad membentuk suatu jamaah yang diberi nama Darul Arqam.

Sekitar tahun 1980-an perjuangan Abuya Ashaari Muhammad pun mulai membesar dan mulai mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak.

Pada 6 Oktober 1986 ‘Muzakarah Jawatan kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan’ mengeluarkan fatwa tentang kesesatan Darul-Arqam.

Setelah Abuya Ashaari Muhammad dipenjara oleh Pemerintahan Malaysia selama beberapa tahun. Pada tahun 1997 dia mengembangkan kembali usaha dakwahnya dengan “wajah baru” yang diberi nama Rufaqa’. Di Indonesia, namanya berbeza, yakni Hawariyun.

Pada Tahun 2000, Hawariyun di Indonesia dan Rufaqa’ Malaysia bergabung menjadi Zumala Group Internasional. Dua tahun kemudian berubah nama lagi menjadi Rufaqa’ Internasional / Rufaqa Corporation Sdn. Bhd.

Sampai saat penulis menuliskan makalah ini, Abuya Ashaari Muhammad masih terbaring sakit keras dan sangat sering dikunjungi oleh pengikut-pengikutnya. (Diringkas dan dikumpulkan dari berbagai sumber: (www.kawansejati.ee.itb.ac.id), (http://www.gatra.com/2004-05-21/versi_cetak.php?id=37396), ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’, dll.)

Kesesatan-Kesesatan Darul-Arqam

Kesesatan-kesesatan Darul-Arqam sangat banyak sekali, di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi mengaku bahwa dia mendapatkan Aurad Muhammadiah (panduan zikir-zikir  ala Darul-Arqam) langsung dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dalam keadaan jaga dan tidak tidur. Hal yang sama dinyatakan oleh Abuya Ashaari Muhammad, dia menyatakan bahawa dia pernah bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan Imam Mahdi. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ oleh Mohd. Nizamuddin & Laila Ahmad. Giliran Timur Books: Malaysia. hal. 62-63, dan Aliran dan Paham Sesat di Indonesia oleh Hartono A. J. hal. 41-42)
  2. Abuya Ashaari Muhammad menyatakan bahawa dirinya adalah Putera Bani Tamim yang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Imam Mahdi. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 71-78)
Keyakinan mereka yang salah tentang Imam Mahdi sebagai berikut:
  1. Imam Mahdi adalah seorang lelaki yang masih hidup dan dighaibkan oleh Allah.
  2. Imam Mahdi yang mereka maksudkan adalah Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi (meninggal tahun 1925).
  3. Mereka pasti bahawa Imam Mahdi akan muncul tidak lama lagi, iaitu setelah terbentuknya daulah islamiah di Malaysia setelah tiga atau empat tahun ke depannya.
  4. Imam Mahdi akan menerima serah terima kekuasaan dari Putera Bani Tamim setelah enam bulan dia menampakkan dirinya di Mekkah. (Lihat ‘Kesesatan RUFAQA’ DI DALAM AURAD, AL-MAHDI DAN BANI TAMIM’ http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)), dan ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 76-77)
Kesesatan-Kesesatan Darul Arqam yang Lainnya
  1. Sebagaimana kaum sufi lainnya, pengikut-pengikut Abuya Ashaari Muhammad sangat mengkultuskan Abuya Ashaari Muhammad. Sampai-sampai di antara mereka ada yang meminta langsung kepadanya. Penulis pernah mendengar sendiri rakaman doa yang dipanjatkan oleh salah seorang pengikutnya yang meminta kepada Abuya Ashaari Muhammad agar ditegakkan daulah islamiah untuk kaum muslimin.
  2. Abuya Ashaari Muhammad diyakini memiliki ilmu laduni (ilmu yang didapatkan langsung dari Allah). Dan mereka menyakini bahawa Abuya Ashaari Muhammad adalah tafsir Al-Qur’an dan As-Sunnah yang bergerak. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 28 dan ‘Taqwa Menurut Ustadz Hj Asaari Mohamad’ oleh Mejar (B) Abu Dzar. Penerbitan Minda Ikhwan: Malaysia. hal. 82)
  3. Mereka menambahkan dua kalimah syahadat. Selain kalimat syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka menambahkan dengan kalimah syahadat kepada Abu Bakr, ‘Umar, Utsman, ‘Ali  dan kepada Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi dan menyatakan bahawa dia adalah Imam Mahdi. Bunyi syahadat mereka yang terakhir adalah: “Muhammad al-Mahdi, khalifatu Rasulillah.” (Lihat ‘Kesesatan Rufaqa’ Di Dalam Aurad, Al-Mahdi Dan Bani Tamim’ (http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)))
  4. Mereka mensyaratkan untuk menjadi orang yang bertakwa harus dibimbing oleh seorang mursyid (pembimbing). Dalam hal ini yang mereka maksud dengan mursyid adalah Abuya Ashaari Muhammad. Orang yang paling berilmu dan beramal soleh sekalipun, harus di bawah bimbingannya jika ingin menjadi orang yang bertakwa. (Lihat ‘Taqwa Menurut Ustadz Hj Asaari Mohamad’ hal. 78-83)
  5. Aurad Muhammadiah menjadi pegangan wajib mereka. Mereka sangat berlebih-lebihan dalam mengamalkannya. Sampai-sampai Abuya Ashaari Muhammad mengatakan: “Hanya pengamal Aurad Muhammadiah yang berjuang sahaja yang dapat lakukan kerja-kerja perjuangan akhir zaman ini. Pengamal-pengamal tarekat lain yang diwarisi dari zaman sebelum, sebenarnya tidak cukup kuat untuk melakukan perjuangan Islam akhir zaman ini. Sebab masanya sudah berlalu.” (Lihat (www.kawansejati.ee.itb.ac.id))
  6. Tajdid (pembaharuan) menurut mereka adalah pembaharuan yang dibawa oleh Abuya Ashaari Muhammad. Dan mereka meyakini bahawa Abuya Ashaari Muhammad adalah Sayyidul-Mujaddidin (pemimpin para mujaddid). (Lihat ‘Kesesatan Rufaqa’ Di Dalam Aurad, Al-Mahdi Dan Bani Tamim’ (http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)), dan ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 53-70)
  7. Abuya Ashaari Muhammad membuat ramalan-ramalan, jadual Tuhan dan lain sebagainya. Tidak hairan kalau sebahagian pengikut-pengikutnya sangat sering bertanya kepadanya tentang apa yang akan terjadi di masa depan. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 9-22)
  8. Sebagaimana dilakukan oleh Syi’ah, sebahagian pengikut-pengikutnya banyak yang menggunakan taqiyah (pura-pura/berbohong) dalam berdakwah. Untuk poin yang ini, hendaknya kaum muslimin tidak tertipu dengan mereka, kerana mereka sering menyembunyikan akidah mereka dan berpura-pura menyatu dengan kaum muslimin yang lainnya. (Lihat ‘Kesesatan Rufaqa’ Di Dalam Aurad, Al-Mahdi Dan Bani Tamim’ (http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)). Begitu juga penulis pernah mendapati salah seorang yang tertipu dengan kebohongan mereka.)
  9. Dan sebenarnya masih banyak lagi kesesatan-kesesatan mereka yang penulis tidak dapat huraikan pada tulisan ini. Walaupun demikian, insya Allah tulisan yang singkat ini sudah cukup untuk menjelaskan kesesatan-kesesatan mereka.
Demikian. Mudah-mudahan bermanfaat.
Nas’alullah as-Salamah wa Al-’Afiyah. Amin.
Palembang, 16 Ramadhan 1429 H.
***
Penulis: Said Yai Al-Balimbani
Artikel www.muslim.or.id

Saturday, May 1, 2010

Pendidikan Rasulullah Versi Abuya

Pendidikan Rasulullah tersendiri,
Ada matlamat dan azam yang tinggi,
Laa Syaqiyyah wa Laa Gharbiyyah,
Tidak timur dan tidak barat.

Ia tali Islamiyyah insya-Allah sunnah Nabi,
Pergaulan lelaki dan wanita terbatas sekali,
Bukan hanya makan gaji bukan untuk digree,
Tapi untuk berdikari untuk menjadi ‘abid pemuja Allah.


Lirik lagu di atas ini mempunyai matlamatnya tersendiri iaitu menebarkan pemahaman pegangan Abuya Ashaari Muhammad. Pernah dahulu diterbitkan sebuah buku yang bertajuk “Pendidikan Rasulullah” yang disusun oleh isteri beliau Khadijah Aam. Buku tersebut dicetak pada tahun 1990 dikeluarkan oleh diterbitkan oleh Jabatan Syeikhul Arqam. Buku tersebut sekiranya dilihat dengan seimbas lalu, nampak ada kebagusan dan manfaatnya dari segi pengambilan dasar pendidikan melalui Al-Quran dan As-Sunnah serta kehidupan para sahabat (As-Salafus Soleh) sebagaimana yang ditulis dalam buku tersebut. Akan tetapi berbeza dengan iktikad dan pengamalan mereka sendiri yang hanya banyak bid'ah-bid'ah dan amalan-amalan yang bertentangan dengan sunnah Nabi. Bahkan disebalik itu, ada fahaman yang menyesatkan iaitu pegangan Aurad Muhammadiah. (Sila rujuk bahagian Aurad Muhammadiah).


Dari sudut lain, ternyata sikap mereka kebanyakan pada penulisan buku-buku mereka adalah tidak mengambil endah tentang derajat hadis. Mereka suka mengatakan Rasulullah bersabda ini dan itu, tanpa menjelaskan dan mengetahui darjat hadis tersebut. Sedangkan sebahagian yang mereka nukilkan hadis yang sebenarnya bukanlah hadis. Padahal Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Maksudnya: “Barangsiapa yang berkata ke atasku sesuatu yang aku tidak pernah katakan, maka dia telah menempah tempatnya di dalam neraka.” (Hadis riwayat Bukhari dalam al-Maktabah al-Syamilah, no: 106)

Bahkan terdapat suatu hadis dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan seseorang itu dianggap berdusta apabila menceritakan segala apa yang pernah dia dengari, namun tidak pernah hendak mengkaji sejauh mana kesahihannya. Nabi bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Maksudnya: “Cukuplah seseorang itu menjadi pendusta apabila dia menceritakan seluruh apa yang dia dengari.” (Hadis riwayat Muslim dalam al-Maktabah al-Syamilah, no: 6)

Ibn Hibban rahimahullah berkata: “Di dalam hadis ini terdapat larangan kepada sesiapa sahaja supaya tidak menyebut semua perkara (termasuk hadis) sehinggalah dia yakini itu adalah sahih.” (Tamamul Minnah, Syeikh Nasiruddin Al-Albani, lihat kaedah no: 5)

Sesuatu hadis yang Maudhu’ (palsu) tidak boleh diriwayatkan kecuali sekiranya dijelaskan derajatnya supaya dapat dikenali bahawa hadis tersebut adalah palsu. Ini sebagaimana banyak dilakukan oleh para ulama di antaranya Imam Az-Zahabi setelah meriwayatkan hadis yang bermaksud:

“Sesiapa yang menghafal satu hadisku untuk umatku, maka dia mendapat pahala sebanyak pahala tujuh puluh satu Nabi yang benar.”

Imam Az-Zahabi mengomentari: “Hadis ini adalah di antara hadis yang haram diriwayatkan kecuali diberitahu bahawa ia adalah palsu tanpa ragu-ragu lagi. Dan semoga Allah membalas perbuatan buruk orang yang menciptanya.” (Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, Syeikh Nasiruddin Al-Albani, lihat huraian hadis no: 1174)

Di dalam buku "Pendidikan Rasulullah" tersebut terdapat riwayat-riwayat yang palsu diletakkan di dalamnya, antaranya:

Hadis 1:

اُطْلُبُوا الْعِلْمَ وَ لَوْ بِالصِّيْنِ

Maksudnya: “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Adi, Abu Nu’aim Ahkbar Ashbahan, Ibn ‘Alaika An-Naisaburi dalam Al-Fawa’id, Abul Qasim Al-Qusyiri dalam Al-Arba’in, Al-Khatib dalam At-Tarikh, Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal dan dalam Kitab Ar-Rihlah, dan Ibn Abdil Barr dalam Jami’ Bayan Al-‘Ilm. Syeikh Al-Albani mengatakan di dalam kitabnya Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, jilid 1, halaman 600, no: 416, bahawa hadis ini adalah hadis yang Batil. Manakala Ibn Jauzi mengatakan hadis ini Maudhu’ (Palsu). sebagaimana disebutkan oleh beliau dalam bukunya Al-Maudhu’at, Jilid 1, halaman 215.

Hadis 2:

اَلدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الآخِرَة

Maksudnya: “Dunia ladang bagi akhirat.”

Hadis ini terdapat dalam Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Al-‘Iraqi mengatakan dalam kitabnya Takhrij Ahaadits Al-Ihyaa’, no: 3587, bahawa tidak terdapat lafaz hadis ini yang sampai kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Ash-Shaghani menggolongkan hadis ini sebagai Palsu dalam kitab beliau Al-Maudhu’at halaman 3. Begitu juga Al-‘Ajluni memasukkan hadis ini ke dalam Kitab beliau Kasyf Al-Khafa’, hadis no: 1320. Kitab Kasyful Kafa’ merupakan kitab yang menghimpunkan hadis-hadis yang masyhur yang tersebar dikebanyakan masyarakat. Terdapat hadis yang serupa maknanya dengan hadis di atas iaitu:

نِعْمَتُ الدَّار الدُّنْيَا لِمَنْ تَزود مِنْهَا لآخِرَتِهِ

Maksudnya: “Nikmat sebenar dunia adalah bagi mereka yang menyediakannya untuk akhirat.”

Al-‘Iraqi berkata sanadnya lemah (Lihat Takhrij Ahadits Al-Ihya’, 8/87). Al-‘Uqaili memasukkannya dalam Adh-Dhu’afa’ dan Makarima Al-Akhlak Li Ibn Lal dari Thariq bin Asyim, Al-Hakim mensahihkannya tetapi Az-Zahabi mengatakan ianya Mungkar. (Lihat Kasyfu Al-Khafa’, 1/412)

Hadis 3:

اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا ، وَاعْمَلْ لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

Maksudnya: “Beramallah untuk dunia seolah-olah kamu hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari.”

Hadis di atas tidak terdapat di dalam kubus-Sittah (Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibn Majah). Syeikh Nasiruddin Al-Albani berkata dalam kitabnya Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, jilid 1, halaman 63, no: 8 bahawa hadis ini tidak ada asal-usulnya yang sampai kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian 3 contoh hadis yang palsu dan yang tidak ada asalnya dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam terdapat dalam buku Pendidikan Rasulullah. Masih terdapat banyak lagi hadis-hadis yang terdapat dalam buku-buku mereka yang lain yang lemah bahkan yang palsu. Ini kerana kebanyakan buku-buku mereka banyak merujuk kepada kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali yang terkenal sedangkan di dalamnya terdapat banyak hadis-hadis yang lemah, palsu bahkan tidak ada asal-usulnya.

Ibn Katsir rahimahullah berkata: “Ketika berada di Damsyik dan Baitulmaqdis, al-Ghazali mengarang kitabnya Ihya ‘Ulumiddin. Ia sebuah kitab yang ganjil. Ia mengandungi ilmu yang banyak berkaitan syarak, bercampur dengan kehalusan tasawuf dan amalan hati. Namun dalamnya banyak hadis yang gharib, mungkar dan palsu.’’ (Al-Bidayah wa al-Nihayah, 12/186)

Ibn Jauzi rahimahullah berkata: “Kemudian datang Abu Hamid al-Ghazali menulis untuk golongan sufi kitab al-Ihya Ulumiddin berdasarkan pegangan mereka. Dia memenuhi bukunya dengan hadis-hadis batil yang dia tidak tahu kebatilannya.’’ (Ibn Jauzi, Talbis Iblis, halaman 190)

Imam al-Zahabi rahimahullah berkata: “Adapun kitab al-Ihya padanya ada sejumlah hadis-hadis yang batil. Sekiranya tidak ada padanya adab, cara dan zuhud yang diambil daripada ahli falsafah dan golongan sufi yang menyeleweng, padanya ada kebaikan yang banyak. Kita memohon daripada Allah ilmu yang bermanfaat. Tahukah anda apa itu ilmu yang bermanfaat? Ia apa yang dinyatakan al-Quran dan ditafsirkannya oleh Rasulullah s.a.w. secara perkataan dan perbuatan.” (Siyar ‘Alam al-Nubala’, 19/339)

Demikianlah perjuangan mereka kononnya mahu mengikuti cara salafus soleh sebagai mana dalam buku tersebut, namun ternyata mereka jauh sekali dari apa yang dikatakan oleh mereka sendiri. Golongan salaf sangat menitik beratkan perihal hadis, sampai-sampai para Imam terdahulu bersusah payah menyaring hadis, agar dapat dimanfaatkan oleh generasi akan datang sebagaimana Imam Bukhari yang bersusah payah mengumpulkan hadis-hadis sahih dalam kitabnya, begitu juga disusuli dengan Imam Muslim yang juga mengumpulkan hadis-hadis sahih. Tidak kurang juga antara kitab-kitab hadis yang sahih adalah seperti Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, dan Mustadrak Al-Hakim yang mengeluarkan hadis-hadis yang menurutnya sesuai dengan persyaratan Imam Bukhari dan Imam Muslim.[*]

[*] Akan tetapi yang benar tidak semuanya sahih dalam kitab tersebut yakni kitab Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, dan Mustadrak Al-Hakim. Maka tidak harus terus memakai hadis yang ada dalam 3 kitab tersebut sebelum meneliti derajat hadis tersebut.

Wallahua'lam