Tuesday, June 22, 2010

TASAWUF DAN ILMU LADUNNI

Ilmu kasyaf atau yang lebih dikenal dengan ilmu laduni (ilmu batin) tidaklah asing ditelinga kita, lebih-lebih lagi bagi siapa saja yang sangat rapat hubungannya dengan tasawuf beserta tarekat-tarekatnya. Berkata sebahagian orang: “Ilmu ini sangat sukar untuk mendapatkannya dan ianya suci." Tidak sembarangan orang yang dapat memperolehnya, kecuali para wali yang telah sampai pada tingkatan ma’rifat. Sehingga jangan sembrono untuk buruk sangka, apalagi mengkritik wali-wali yang tingkah lakunya secara zahir menyelisihi syariat. Wali-wali atau gus-gus itu beza tingkatan dengan kita, mereka sudah sampai tingkatan ma’rifat yang tidak boleh ditimbang dengan timbangan syari’at lagi”. Benarkah demikian? Inilah topik yang kita kupas pada kajian kali ini.

Hakikat Ilmu Laduni

Kaum sufi telah mengisytiharkan keistimewaan ilmu laduni. Ia merupakan ilmu yang paling agung dan puncak dari segala ilmu. Dengan mujahadah, pembersihan dan pensucian hati akan terpancar nur dari hatinya, sehingga tersingkaplah seluruh rahasia-rahasia alam ghaib bahkan dapat berkomunikasi terus dengan Allah, para Rasul dan roh-roh yang lainnya, termasuk nabi Khidir. Tidaklah dapat dituntut ilmu ini kecuali setelah mencapai tingkatan ma’rifat melalui latihan-latihan, amalan-amalan, ataupun zikir-zikir tertentu.

Ini bukan suatu wacana atau tuduhan semata, tapi terucap dari lisan tokoh-tokoh masyhur dikalangan kaum sufi, seperti Al-Junaidi, Abu Yazid Al-Busthami, Ibnu Arabi, Al-Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainnya yang terdapat dalam karya-karya tulis mereka sendiri.

Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin 1/11-12 berkata: “Ilmu kasyaf adalah tersingkapnya tirai penutup, sehingga kebenaran dalam setiap perkara dapat terlihat jelas seperti menyaksikan langsung dengan mata kepala … inilah ilmu-ilmu yang tidak tertulis dalam kitab-kitab dan tidak dibahas … “. Dia juga berkata: “Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah, sampai dalam keadaan terjaga (sedar) dapat menyaksikan atau berhadapan langsung dengan malaikat-malaikat dan juga roh-roh para Nabi dan mendengar langsung suara-suara mereka bahkan mereka dapat langsung mengambil ilmu-ilmu dari mereka”. (Jamharatul Auliya’: 155)

Abu Yazid Al-Busthami berkata: “Kamu mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: “Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku”. (Al-Mizan: 1/28)

Ibnu Arabi berkata: “Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka.” (Rasa’il Ibnu Arabi hal. 4)

Tokoh pemimpin wihdatul wujud ini juga berkata: “Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna kedudukan ilmunya sampai ilmunya berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla secara langsung tanpa melalui perantara, baik dari penukilan ataupun dari gurunya. Sekiranya ilmu tadi diambil melalui penukilan atau seorang guru, maka tidaklah kosong dari sistem belajar model tersebut dari penambahan-penambahan. Ini merupakan aib bagi Allah ‘Azza wa Jalla - sampai dia berkata - maka tidak ada ilmu melainkan dari ilmu kasyaf dan ilmu syuhud bukan dari hasil pembahasan, pemikiran, dugaan ataupun taksiran belaka”.

Ilmu Laduni Dan Dampak Negatifnya Terhadap Umat

Kaum sufi dengan ilmu laduninya memiliki peranan sangat besar dalam merosak agama Islam yang mulia ini. Dengannya muncullah akidah-akidah kufur -seperti diatas - dan juga amalan-amalan bid’ah. Selain dari itu, mereka secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam kes pembodohan umat. Kerana menuntut ilmu syar’i merupakan pantang besar bagi kaum sufi. Berkata Al-Junaidi: “Saya anjurkan kepada kaum sufi supaya tidak membaca dan tidak menulis, kerana dengan begitu dia lebih dapat mengenengahkan hatinya." (Quutul Qulub 3/135)

Abu Sulaiman Ad-Daraani berkata: “Jika seseorang menuntut ilmu hadis atau bersafar mencari nafkah atau menikah bererti dia telah cenderung kepada dunia”. (Al Futuhaat Al Makiyah 1/37)

Berkata Ibnul Jauzi: “Seorang guru sufi ketika melihat muridnya memegang pen. Dia berkata: “Engkau telah merosakkan kehormatanmu.” (Tablis Iblis hal. 370)

Oleh kerana itu Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Ajaran tasawuf itu dibangun atas dasar rasa malas.” (Tablis Iblis: 309)

Tidak sekadar melakukan tindakan pembodahan umat, merekapun telah jatuh dalam pemandulan umat. Dengan membahagikan umat manusia menjadi tiga kasta iaitu: syariat, hakikat, dan ma’rifat, seperti Sidarta Budha Gautama membahagikan manusia menjadi empat kasta. Sehingga seseorang yang masih pada tingkatan syari’at tidak boleh bahaginya menilai atau mengkritik seseorang yang telah mencapai tingkatan ma’rifat atau hakikat.

Syubhat-Syubhat Kaum Sufi Dan Bantahannya

1. Kata laduni mereka petik dari ayat Allah yang berbunyi:

وَعَلَمَّنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا

“Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidir) dari sisi Kami suatu ilmu”. (Al Kahfi: 65)

Mereka memahami dari ayat ini adanya ilmu laduni sebagaimana yang Allah anugerahkan ilmu tersebut kepada Nabi Khidir. Lebih anehnya mereka meyakini pula bahawa Nabi Khidir hidup sampai sekarang dan membuka majlis-majlis ta’lim bagi orang-orang khusus (ma’rifat).

Telah menjadi ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum muslimin, wajibnya beriman kepada nabi-nabi Allah tanpa membezakan satu dengan yang lainnya dan mereka diutus khusus kepada kaumnya masing-masing. Nabi Khidir diutus untuk kaumnya dan syari’at Nabi Khidir bukanlah syari’at bagi umat Muhammad. Rasulullah bersabda:

كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

“Nabi yang terdahulu diutus khusus kepada kaumnya sendiri dan aku diutus kepada seluruh umat manusia” (Muttafaqun ‘alaihi)

Allah berfirman (artinya):

“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan”. (As Saba’: 28)

Adapun keyakinan bahawa Nabi Khidir masih hidup dan terus memberikan ta’lim kepada orang-orang khusus, maka bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah berfirman (aetinya): “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad). (Al Anbiya’: 34)

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مَنْفُوْسَةٍ اليَوْمَ تَأْتِيْ عَلَيْهَا مِائَةُ سَنَةٍ وَهِيَ يَوْمَئِذٍ حَيَّةٌ

“Tidak satu jiwapun hari ini yang akan bertahan hidup setelah seratus tahun ke atas”. (HR At Tirmizi dan Ahmad)

Adapun keyakinan kaum sufi bahawa seseorang yang sudah mencapai ilmu kasyaf, akan tersingkap baginya rahasia-rahasia alam ghaib. Dengan cahaya hatinya, dia dapat berkomunikasi dengan Allah, para Rasul, malaikat, ataupun wali-wali Allah. Pada tingkatan musyahadah, dia dapat berinteraksi langsung tanpa adanya pembatas apapun.

Cukup dengan pengakuan mengetahui ilmu ghaib, sudah boleh dikatakan dia sebagai seorang pendusta. Rasul sallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang yang paling mulia dari seluruh makhluk Allah, namun baginda tidaklah mengetahui ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan kepadanya.

“Dia (Allah) yang mengetahui ilmu ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan seseorangpun tentang yang ghaib kecuali dari para rasul yang diredhai-Nya”. (Al Jin: 25-26)

Apalagi mengaku dapat berkomunikasi dengan Allah atau para arwah yang ghaib baik melalui suara hatinya atau berhubungan langsung tanpa adanya pembatas adalah kedustaan yang paling dusta. Akal sihat dan fitrah suci pasti menolaknya sambil berkata: “Tidaklah muncul omongan seperti itu kecuali dari orang stress saja”. Kalau ada yang bertanya, lalu suara dari mana itu? Dan siapa yang diajak bicara? Kita jawab, maha benar Allah dari segala firman-Nya: “Apakah akan Aku beritakan, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka orang-orang pendusta”. (Asy Syu’ara: 221-223)

2. Sebahagian kaum sufi mempuat tipu muslihat dengan pernyataannya bahawa ilmu laduni (Al-Kasyaf) merupakan ilham dari Allah (yang diistilahkan wangsit - yakni amanat ghaib - edt). Dengan dalih hadis Nabi Muhammad:

إِنَّهُ قَدْ كَانَ قَبْلَكُمْ فِيْ الأَمَمِ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكَنْ فِيْ أُمَّتِي أَحَدٌ فَعُمَر

“Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadis ini sama sekali tidak dapat dijadikan hujah bagi mereka. Makna zahir hadis ini, menunjukkan keberadaan ilham itu dibatasi dengan huruf syarat (kalaulah ada). Maksudnya, kalaupun ada di umat ini, pastilah orang yang mendapatkan ilham adalah Umar Ibnul Khathab. Sehingga beliau digelari al-mulham (orang yang mendapatkan ilham). Dan bukan menunjukkan dianjurkannya cari wangsit (amanat ghaib), seperti petuah tokoh-tokoh tua kaum sufi. Bagaimana mereka dapat memastikan bisikan-bisikan dalam hati itu adalah ilham? Sementara mereka menjauhkan dari majlis-majlis ilmu yang dengan ilmu syar’i inilah sebagai pemisah antara kebenaran dengan kebatilan.

Mereka mengatakan lagi: “Ini bukan bisikan-bisikan syaitan, tapi ilmu laduni ini mengubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam “Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Kerana dengannya ia melihat cahaya Allah”. (HR At-Tirmizi)

Hadits ini dhaif (lemah), sehingga tidak boleh diamalkan. Kerana ada seorang perawi yang bernama Atiyah Al-Aufi. Selain dia seorang perawi yang dhaif, dia juga suka melakukan tadlis (penyamaran hadis).

Singkatnya, ilham tidaklah boleh mengganti ilmu naqli (Al-Qur’an dan As-Sunnah), lebih-lebih lagi sekadar firasat. Ditambah dengan adanya keyakinan-keyakinan batil yang ada pada mereka seperti mengaku mengetahui alam ghaib, merupakan bukti kedustaan diatas kedustaan. Bererti, yang ada pada kaum sufi dengan ilmu laduninya, bukanlah suatu ilham melainkan bisikan-bisikan syaitan atau firasat rosak yang bersumber dari hawa nafsu semata. Disana masih banyak syubhat-syubhat mereka, tapi laksana sarang laba-laba, dengan fitrah suci pun dapat meruntuhkan dan membantahnya.

HADIS-HADIS DHAIF DAN PALSU YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMAT

Hadits Ali bin Abi Thalib:

عِلْمُ الْبَاطِنِ سِرٌّ مِنْ أَسْرَارِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَحُكْمٌ مِنْ أَحْكَامِ اللهِ ، يَقْذِفُهُ فِيْ قُلُوْبِ مَنْ يَشَاءَ مِنْ عِبَادِهِ

“Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah ‘Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya”.

Keterangan:

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Al-Wahiyaat 1/74, beliau berkata: “Hadis ini tidak sahih dan majoriti para perawinya tidak dikenali.” Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: “Ini adalah hadis batil”. Asy-Syaikh Al-Albani menegaskan bahawa hadis ini palsu. (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah no 1227)

Thursday, May 13, 2010

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA (MUI)

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA (MUI)
TENTANG DARUL ARQAM
 
Bismillaahirrahmaanirrahiim
 

Sejak tahun 1992, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah membahas dan membicarakan secara mendalam tentang masalah Darul Arqam dan mendiskusikannya secara seksama khususnya ajaran yang menyatakan bahwa Aurad Muhammadiyah Darul Arqam diterima secara langsung oleh Syekh Suhaemi, tokoh Darul Arqam, dari Rasulullah SAW di Ka'bah dalam keadaan jaga.
 
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengambil kesepakatan untuk meluruskan ajaran Darul Arqam yang dipandang menyimpang seperti tersebut di atas. Dipandang dari kaca mata hukum Islam (Fiqh) hal ini tidak dapat dibenarkan, sebab dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW semua ajaran Islam yang harus disampaikan kepada ummat telah selesai, tak satu pun yang tertinggal. Dengan demikian, sepeninggal nabi tidak ada lagi susulan dari Nabi, sejalan dengan firman Allah, surat Al-Maidah ayat 3: "Alyawma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu 'alaikum ni'matii wa rodliitu lakumul Islaama diina."

Pada awal tahun 1994, masalah Darul Arqam muncul kembali dengan adanya keputusan fatwa dari beberapa majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I. Untuk mengatasi masalah Darul Arqam itu, pada tanggal 7 Shafar 1415 H./16 Juli 1994 Majelis Ulama Indonesia mengadakan Silturrahim Nasional di Pekanbaru bersamaan dengan Musabaqah Tilawatil Quran Tingkat Nasional.
 
Dalam Silaturrahim Nasional tersebut diperoleh kesepakatan sebagai berikut:
 
1. Darul Arqam yang inti ajarannya Aurad Muhammadiyah adalah faham yang menyimpang dari aqidah Islam serta faham yang sesat menyesatkan.
 
2. Untuk memelihara kemurnian ajaran Islam dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengusulkan kepada kejaksanaan Agung segera mengeluarkan larangan terhadap ajaran Darul Arqam dan aktivitasnya.
 
3. Menyerukan kepada ummat Islam, terutama kaum remaja, agar tidak terpengaruh oleh ajaran yang sesat dan menyesatkan itu.
 
4. Kepada ummat Islam yang sudah terlanjur mengikuti ajaran tersebut agar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar, ajaran yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
 
5. Menyerukan kepada para ulama, muballigh/muballighat, da'I dan ustadz untuk meningkatkan dkwah Islamiyah, amar ma'ruf nahi munkar.

Selanjutnya pada tanggal 5 Rabi'ul Awwal 1415 H./13 Agustus 1994 M. Majelis Ulama Indonesia mengadakan Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama ketua-ketua Majelis Ulama Daerah Tingkat I seluruh Indonesia yang menghasilkan keputusan tentang Darul Arqam yang lengkapnya sebagai berikut:
 
Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Daerah Tingkat I seluruh Indonesia, pada tanggal 5 Rabi'ul Awwal 1415 H./13 Agustus 1994 M. di Jakarta, setelah:

Menimbang :
 
1. Bahwa dengan adanya keputusan dari beberapa Majelis Ulama Daerah Tingkat I tentang Darul Arqam, Keputusan Kejaksaan Agung RI tentang larangan beredar buku Aurad Muhammadiyah, pegangan Darul Arqam, dan Instruksi Jaksa Agung RI tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul : "Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah", serta tanggapan dan reaksi masyarakat yang dimuat dalam media massa atau yang ditujukan langsung kepada majelis Ulama Indonesia, maka Majelis Ulama Indonesia berkewajiban mengambil sikap terhadapa faham tersebut.
 
2. Bahwa untuk memelihara kemurnian aqidah Islamiyah dan memperkokoh ukhuwwah Islamiyah dalam rangka memantapkan keamanan, ketertiban, dan stabilitas nasional, majelis Ulama Indonesia perlu mengeluarkan keputusan tentang Darul Arqam.
   
Memperhatikan :
 
1. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Aceh Nomor: 450/079/SK/1992 tentang Darul Arqam.
 
2. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat tanggal 22 Syawal 1410 H./17 Mei 1990M. tentang Darul Arqam.
 
3. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Riau Nomor: 081/MUI/Riau/IV/1994 tanggal 18 April 1994 tentang Darul Arqam dan Yayasan Al-Arqam.
 
4. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Selatan tanggal 22 Juni 1992 tentang dukungan terhadap keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat.
 
5. Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 1 Agustus 1992 dan diperkuat dalam rapatnya tanggal 6 Agustus 1994.
 
6. Kesepakatan Silaturrahim Nasional Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I seluruh Indonesia tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru Riau.

Memperhatikan lagi :
 
1. Keputusan jaksa Agung RI Nomor: Kep-016/J.A/01/1993 tanggal 29 Januari 1993 tentang larangan beredarnya buku Aurad Muhammadiyah pegangan Darul Arqam, oleh Ustadz Azhari Muhammad, penerbit Penerengan Al-Arqam Malaysia.
 
2. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor: INS-006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, tentang tindakan pengamanan terhadap larangan berdearnya buku "Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah" , pengarang Abuya Syech Imam Azhari Muhammad, penyusun Ustadzah Chadijah Aam, penerbit: Penerbitan Al-Arqam (PAI), Jalan Margonda Raya No. 50 Depok 16424 dan/atau barang cetakan sejenis yang diterbitkan di tempat tersebut.
 

Mengingat :
 
1. Pancasila dan UUD 1945.
 
2. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga, serta Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. 
Mendengar :
 
1. Penjelasan Menteri Agama/Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
 
2. Penjelasan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
 
3. Pendapat, saran, usul dan kesepakatan peserta Rapat pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
  
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
 
MEMUTUSKAN
 
Menetapkan :
 
1. Mendukung sepenuhnya Keputusan majelis Ulama Indonesia Daerah istimewa Aceh, Majelis Ulama Indonesia Tingkat I Sumatera Barat, Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Riau, dan Keputusan Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, serta kesepakatan silaturrahmi nasional Majelis Ulama Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I, tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru, yang pada intinya menyatakan bahwa ajaran Darul Arqam adalah ajaran yang menyimpang dari Aqidah islamiyah.
 
2. Mendukung sepenuhnya Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep-016/J.A/01/1993 tanggal 29 Januari 1993 tentang larangan beredarnya buku "Aurad Muhammadiya; Pegangan Darul arqam" oleh ustadz Azhari Muhammad, penerbitan; Penerbitasn Al-Arqam Malaysia dan Instruksi Jaksa Agung No:INS-006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul :"Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah" , pengarang Abuya Syech Imam Azhari Muhammad, Penyusun Ustadzah Chadijah Aam, penerbit: Penerbitan Al-Arqam Indonesia (PAI), Jalan Margonda Raya No.50 Depok 16424 dan/atau barang cetakan sejenis yang diterbitkan ditempat.
 
3. Mengusulkan kepada Jaksa Agung RI untuk mengeluarkan larangan terhadap Darul Arqam dan penyebarannya demi terpeliharanya kemurnian ajaran Islam dan keutuhan bangsa.
 
4. Menyerukan kepada umat Islam agar tidak terpengaruh oleh ajaran Darul Arqam tersebut.
 
5. Kepada umat Islam yang sudah terlanjur mengikuti ajaran tersebut agar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar, ajaran yang sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
 
6. Menyerukan kepada para Ulama, muballigh-muballighat, da'I dan ustadz untuk meningkatkan dakwah Islamiyah, amar ma'ruf nahi munkar.
Jakarta, 6 Rabi'ul Awwal 1415 H
13   Agustus   1994  M
 

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS  ULAMA  INDONESIA
 
Ketua Umum,                                          Sekretaris Umum,
 
ttd.                                                           ttd.
 
 
 
K.H. HASAN BASRI                                 H.S. PRODJOKUSUMO
 
==============================================
by arland,
sumber : "Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia".
 

Di Malaysia Rufaqa' Di Indonesia Hawariyun

Sejarah Darul Arqam dan Pendirinya

Darul Arqam didirikan oleh Ashari Muhammad, lelaki berkelahiran 30 Oktober 1937. Oleh pengikutnya, Ashaari Muhammad biasa dipanggil Abuya atau Buya. Abuya Ashaari Muhammad adalah alumi Ma’had Hishamuddin yang bertempat di Klang, Selangor, Malaysia.

Pada tahun 1966 Abuya Ashaari Muhammad yang berakidah Asy’ariah dan beraliran tasawuf Al-Ghazali ini, sakit keras selama empat bulan. Dia mengaku, pada saat itu dia bertemu dengan para ulama dan mengaji kepada mereka.

Abuya Ashaari Muhammad yang pernah bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan kemudian Jama’atu-Tabligh ini, pada tahun 1967 bersuluk selama dua tahun di sebuah rumah yang disebut “Rumah Putih”. Di rumah itulah dia mengaku bermimpi bertemu dengan Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi (meninggal pada tahun 1925), yang diyakini sebagai Imam Mahdi olehnya.

Pada tahun 1969, di “Rumah Putih” itu Abuya Ashaari Muhammad membentuk suatu jamaah yang diberi nama Darul Arqam.

Sekitar tahun 1980-an perjuangan Abuya Ashaari Muhammad pun mulai membesar dan mulai mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak.

Pada 6 Oktober 1986 ‘Muzakarah Jawatan kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan’ mengeluarkan fatwa tentang kesesatan Darul-Arqam.

Setelah Abuya Ashaari Muhammad dipenjara oleh Pemerintahan Malaysia selama beberapa tahun. Pada tahun 1997 dia mengembangkan kembali usaha dakwahnya dengan “wajah baru” yang diberi nama Rufaqa’. Di Indonesia, namanya berbeza, yakni Hawariyun.

Pada Tahun 2000, Hawariyun di Indonesia dan Rufaqa’ Malaysia bergabung menjadi Zumala Group Internasional. Dua tahun kemudian berubah nama lagi menjadi Rufaqa’ Internasional / Rufaqa Corporation Sdn. Bhd.

Sampai saat penulis menuliskan makalah ini, Abuya Ashaari Muhammad masih terbaring sakit keras dan sangat sering dikunjungi oleh pengikut-pengikutnya. (Diringkas dan dikumpulkan dari berbagai sumber: (www.kawansejati.ee.itb.ac.id), (http://www.gatra.com/2004-05-21/versi_cetak.php?id=37396), ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’, dll.)

Kesesatan-Kesesatan Darul-Arqam

Kesesatan-kesesatan Darul-Arqam sangat banyak sekali, di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi mengaku bahwa dia mendapatkan Aurad Muhammadiah (panduan zikir-zikir  ala Darul-Arqam) langsung dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dalam keadaan jaga dan tidak tidur. Hal yang sama dinyatakan oleh Abuya Ashaari Muhammad, dia menyatakan bahawa dia pernah bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan Imam Mahdi. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ oleh Mohd. Nizamuddin & Laila Ahmad. Giliran Timur Books: Malaysia. hal. 62-63, dan Aliran dan Paham Sesat di Indonesia oleh Hartono A. J. hal. 41-42)
  2. Abuya Ashaari Muhammad menyatakan bahawa dirinya adalah Putera Bani Tamim yang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Imam Mahdi. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 71-78)
Keyakinan mereka yang salah tentang Imam Mahdi sebagai berikut:
  1. Imam Mahdi adalah seorang lelaki yang masih hidup dan dighaibkan oleh Allah.
  2. Imam Mahdi yang mereka maksudkan adalah Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi (meninggal tahun 1925).
  3. Mereka pasti bahawa Imam Mahdi akan muncul tidak lama lagi, iaitu setelah terbentuknya daulah islamiah di Malaysia setelah tiga atau empat tahun ke depannya.
  4. Imam Mahdi akan menerima serah terima kekuasaan dari Putera Bani Tamim setelah enam bulan dia menampakkan dirinya di Mekkah. (Lihat ‘Kesesatan RUFAQA’ DI DALAM AURAD, AL-MAHDI DAN BANI TAMIM’ http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)), dan ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 76-77)
Kesesatan-Kesesatan Darul Arqam yang Lainnya
  1. Sebagaimana kaum sufi lainnya, pengikut-pengikut Abuya Ashaari Muhammad sangat mengkultuskan Abuya Ashaari Muhammad. Sampai-sampai di antara mereka ada yang meminta langsung kepadanya. Penulis pernah mendengar sendiri rakaman doa yang dipanjatkan oleh salah seorang pengikutnya yang meminta kepada Abuya Ashaari Muhammad agar ditegakkan daulah islamiah untuk kaum muslimin.
  2. Abuya Ashaari Muhammad diyakini memiliki ilmu laduni (ilmu yang didapatkan langsung dari Allah). Dan mereka menyakini bahawa Abuya Ashaari Muhammad adalah tafsir Al-Qur’an dan As-Sunnah yang bergerak. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 28 dan ‘Taqwa Menurut Ustadz Hj Asaari Mohamad’ oleh Mejar (B) Abu Dzar. Penerbitan Minda Ikhwan: Malaysia. hal. 82)
  3. Mereka menambahkan dua kalimah syahadat. Selain kalimat syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka menambahkan dengan kalimah syahadat kepada Abu Bakr, ‘Umar, Utsman, ‘Ali  dan kepada Muhammad bin Abdillah As-Suhaimi dan menyatakan bahawa dia adalah Imam Mahdi. Bunyi syahadat mereka yang terakhir adalah: “Muhammad al-Mahdi, khalifatu Rasulillah.” (Lihat ‘Kesesatan Rufaqa’ Di Dalam Aurad, Al-Mahdi Dan Bani Tamim’ (http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)))
  4. Mereka mensyaratkan untuk menjadi orang yang bertakwa harus dibimbing oleh seorang mursyid (pembimbing). Dalam hal ini yang mereka maksud dengan mursyid adalah Abuya Ashaari Muhammad. Orang yang paling berilmu dan beramal soleh sekalipun, harus di bawah bimbingannya jika ingin menjadi orang yang bertakwa. (Lihat ‘Taqwa Menurut Ustadz Hj Asaari Mohamad’ hal. 78-83)
  5. Aurad Muhammadiah menjadi pegangan wajib mereka. Mereka sangat berlebih-lebihan dalam mengamalkannya. Sampai-sampai Abuya Ashaari Muhammad mengatakan: “Hanya pengamal Aurad Muhammadiah yang berjuang sahaja yang dapat lakukan kerja-kerja perjuangan akhir zaman ini. Pengamal-pengamal tarekat lain yang diwarisi dari zaman sebelum, sebenarnya tidak cukup kuat untuk melakukan perjuangan Islam akhir zaman ini. Sebab masanya sudah berlalu.” (Lihat (www.kawansejati.ee.itb.ac.id))
  6. Tajdid (pembaharuan) menurut mereka adalah pembaharuan yang dibawa oleh Abuya Ashaari Muhammad. Dan mereka meyakini bahawa Abuya Ashaari Muhammad adalah Sayyidul-Mujaddidin (pemimpin para mujaddid). (Lihat ‘Kesesatan Rufaqa’ Di Dalam Aurad, Al-Mahdi Dan Bani Tamim’ (http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)), dan ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 53-70)
  7. Abuya Ashaari Muhammad membuat ramalan-ramalan, jadual Tuhan dan lain sebagainya. Tidak hairan kalau sebahagian pengikut-pengikutnya sangat sering bertanya kepadanya tentang apa yang akan terjadi di masa depan. (Lihat ‘Abuya H. Ashaari Muhammad adalah Putera Bani Tamim’ hal. 9-22)
  8. Sebagaimana dilakukan oleh Syi’ah, sebahagian pengikut-pengikutnya banyak yang menggunakan taqiyah (pura-pura/berbohong) dalam berdakwah. Untuk poin yang ini, hendaknya kaum muslimin tidak tertipu dengan mereka, kerana mereka sering menyembunyikan akidah mereka dan berpura-pura menyatu dengan kaum muslimin yang lainnya. (Lihat ‘Kesesatan Rufaqa’ Di Dalam Aurad, Al-Mahdi Dan Bani Tamim’ (http://www.islam.gov.my/ (JAKIM)). Begitu juga penulis pernah mendapati salah seorang yang tertipu dengan kebohongan mereka.)
  9. Dan sebenarnya masih banyak lagi kesesatan-kesesatan mereka yang penulis tidak dapat huraikan pada tulisan ini. Walaupun demikian, insya Allah tulisan yang singkat ini sudah cukup untuk menjelaskan kesesatan-kesesatan mereka.
Demikian. Mudah-mudahan bermanfaat.
Nas’alullah as-Salamah wa Al-’Afiyah. Amin.
Palembang, 16 Ramadhan 1429 H.
***
Penulis: Said Yai Al-Balimbani
Artikel www.muslim.or.id

Saturday, May 1, 2010

Pendidikan Rasulullah Versi Abuya

Pendidikan Rasulullah tersendiri,
Ada matlamat dan azam yang tinggi,
Laa Syaqiyyah wa Laa Gharbiyyah,
Tidak timur dan tidak barat.

Ia tali Islamiyyah insya-Allah sunnah Nabi,
Pergaulan lelaki dan wanita terbatas sekali,
Bukan hanya makan gaji bukan untuk digree,
Tapi untuk berdikari untuk menjadi ‘abid pemuja Allah.


Lirik lagu di atas ini mempunyai matlamatnya tersendiri iaitu menebarkan pemahaman pegangan Abuya Ashaari Muhammad. Pernah dahulu diterbitkan sebuah buku yang bertajuk “Pendidikan Rasulullah” yang disusun oleh isteri beliau Khadijah Aam. Buku tersebut dicetak pada tahun 1990 dikeluarkan oleh diterbitkan oleh Jabatan Syeikhul Arqam. Buku tersebut sekiranya dilihat dengan seimbas lalu, nampak ada kebagusan dan manfaatnya dari segi pengambilan dasar pendidikan melalui Al-Quran dan As-Sunnah serta kehidupan para sahabat (As-Salafus Soleh) sebagaimana yang ditulis dalam buku tersebut. Akan tetapi berbeza dengan iktikad dan pengamalan mereka sendiri yang hanya banyak bid'ah-bid'ah dan amalan-amalan yang bertentangan dengan sunnah Nabi. Bahkan disebalik itu, ada fahaman yang menyesatkan iaitu pegangan Aurad Muhammadiah. (Sila rujuk bahagian Aurad Muhammadiah).


Dari sudut lain, ternyata sikap mereka kebanyakan pada penulisan buku-buku mereka adalah tidak mengambil endah tentang derajat hadis. Mereka suka mengatakan Rasulullah bersabda ini dan itu, tanpa menjelaskan dan mengetahui darjat hadis tersebut. Sedangkan sebahagian yang mereka nukilkan hadis yang sebenarnya bukanlah hadis. Padahal Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Maksudnya: “Barangsiapa yang berkata ke atasku sesuatu yang aku tidak pernah katakan, maka dia telah menempah tempatnya di dalam neraka.” (Hadis riwayat Bukhari dalam al-Maktabah al-Syamilah, no: 106)

Bahkan terdapat suatu hadis dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan seseorang itu dianggap berdusta apabila menceritakan segala apa yang pernah dia dengari, namun tidak pernah hendak mengkaji sejauh mana kesahihannya. Nabi bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Maksudnya: “Cukuplah seseorang itu menjadi pendusta apabila dia menceritakan seluruh apa yang dia dengari.” (Hadis riwayat Muslim dalam al-Maktabah al-Syamilah, no: 6)

Ibn Hibban rahimahullah berkata: “Di dalam hadis ini terdapat larangan kepada sesiapa sahaja supaya tidak menyebut semua perkara (termasuk hadis) sehinggalah dia yakini itu adalah sahih.” (Tamamul Minnah, Syeikh Nasiruddin Al-Albani, lihat kaedah no: 5)

Sesuatu hadis yang Maudhu’ (palsu) tidak boleh diriwayatkan kecuali sekiranya dijelaskan derajatnya supaya dapat dikenali bahawa hadis tersebut adalah palsu. Ini sebagaimana banyak dilakukan oleh para ulama di antaranya Imam Az-Zahabi setelah meriwayatkan hadis yang bermaksud:

“Sesiapa yang menghafal satu hadisku untuk umatku, maka dia mendapat pahala sebanyak pahala tujuh puluh satu Nabi yang benar.”

Imam Az-Zahabi mengomentari: “Hadis ini adalah di antara hadis yang haram diriwayatkan kecuali diberitahu bahawa ia adalah palsu tanpa ragu-ragu lagi. Dan semoga Allah membalas perbuatan buruk orang yang menciptanya.” (Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, Syeikh Nasiruddin Al-Albani, lihat huraian hadis no: 1174)

Di dalam buku "Pendidikan Rasulullah" tersebut terdapat riwayat-riwayat yang palsu diletakkan di dalamnya, antaranya:

Hadis 1:

اُطْلُبُوا الْعِلْمَ وَ لَوْ بِالصِّيْنِ

Maksudnya: “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Adi, Abu Nu’aim Ahkbar Ashbahan, Ibn ‘Alaika An-Naisaburi dalam Al-Fawa’id, Abul Qasim Al-Qusyiri dalam Al-Arba’in, Al-Khatib dalam At-Tarikh, Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal dan dalam Kitab Ar-Rihlah, dan Ibn Abdil Barr dalam Jami’ Bayan Al-‘Ilm. Syeikh Al-Albani mengatakan di dalam kitabnya Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, jilid 1, halaman 600, no: 416, bahawa hadis ini adalah hadis yang Batil. Manakala Ibn Jauzi mengatakan hadis ini Maudhu’ (Palsu). sebagaimana disebutkan oleh beliau dalam bukunya Al-Maudhu’at, Jilid 1, halaman 215.

Hadis 2:

اَلدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الآخِرَة

Maksudnya: “Dunia ladang bagi akhirat.”

Hadis ini terdapat dalam Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Al-‘Iraqi mengatakan dalam kitabnya Takhrij Ahaadits Al-Ihyaa’, no: 3587, bahawa tidak terdapat lafaz hadis ini yang sampai kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Ash-Shaghani menggolongkan hadis ini sebagai Palsu dalam kitab beliau Al-Maudhu’at halaman 3. Begitu juga Al-‘Ajluni memasukkan hadis ini ke dalam Kitab beliau Kasyf Al-Khafa’, hadis no: 1320. Kitab Kasyful Kafa’ merupakan kitab yang menghimpunkan hadis-hadis yang masyhur yang tersebar dikebanyakan masyarakat. Terdapat hadis yang serupa maknanya dengan hadis di atas iaitu:

نِعْمَتُ الدَّار الدُّنْيَا لِمَنْ تَزود مِنْهَا لآخِرَتِهِ

Maksudnya: “Nikmat sebenar dunia adalah bagi mereka yang menyediakannya untuk akhirat.”

Al-‘Iraqi berkata sanadnya lemah (Lihat Takhrij Ahadits Al-Ihya’, 8/87). Al-‘Uqaili memasukkannya dalam Adh-Dhu’afa’ dan Makarima Al-Akhlak Li Ibn Lal dari Thariq bin Asyim, Al-Hakim mensahihkannya tetapi Az-Zahabi mengatakan ianya Mungkar. (Lihat Kasyfu Al-Khafa’, 1/412)

Hadis 3:

اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا ، وَاعْمَلْ لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

Maksudnya: “Beramallah untuk dunia seolah-olah kamu hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari.”

Hadis di atas tidak terdapat di dalam kubus-Sittah (Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibn Majah). Syeikh Nasiruddin Al-Albani berkata dalam kitabnya Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, jilid 1, halaman 63, no: 8 bahawa hadis ini tidak ada asal-usulnya yang sampai kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian 3 contoh hadis yang palsu dan yang tidak ada asalnya dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam terdapat dalam buku Pendidikan Rasulullah. Masih terdapat banyak lagi hadis-hadis yang terdapat dalam buku-buku mereka yang lain yang lemah bahkan yang palsu. Ini kerana kebanyakan buku-buku mereka banyak merujuk kepada kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali yang terkenal sedangkan di dalamnya terdapat banyak hadis-hadis yang lemah, palsu bahkan tidak ada asal-usulnya.

Ibn Katsir rahimahullah berkata: “Ketika berada di Damsyik dan Baitulmaqdis, al-Ghazali mengarang kitabnya Ihya ‘Ulumiddin. Ia sebuah kitab yang ganjil. Ia mengandungi ilmu yang banyak berkaitan syarak, bercampur dengan kehalusan tasawuf dan amalan hati. Namun dalamnya banyak hadis yang gharib, mungkar dan palsu.’’ (Al-Bidayah wa al-Nihayah, 12/186)

Ibn Jauzi rahimahullah berkata: “Kemudian datang Abu Hamid al-Ghazali menulis untuk golongan sufi kitab al-Ihya Ulumiddin berdasarkan pegangan mereka. Dia memenuhi bukunya dengan hadis-hadis batil yang dia tidak tahu kebatilannya.’’ (Ibn Jauzi, Talbis Iblis, halaman 190)

Imam al-Zahabi rahimahullah berkata: “Adapun kitab al-Ihya padanya ada sejumlah hadis-hadis yang batil. Sekiranya tidak ada padanya adab, cara dan zuhud yang diambil daripada ahli falsafah dan golongan sufi yang menyeleweng, padanya ada kebaikan yang banyak. Kita memohon daripada Allah ilmu yang bermanfaat. Tahukah anda apa itu ilmu yang bermanfaat? Ia apa yang dinyatakan al-Quran dan ditafsirkannya oleh Rasulullah s.a.w. secara perkataan dan perbuatan.” (Siyar ‘Alam al-Nubala’, 19/339)

Demikianlah perjuangan mereka kononnya mahu mengikuti cara salafus soleh sebagai mana dalam buku tersebut, namun ternyata mereka jauh sekali dari apa yang dikatakan oleh mereka sendiri. Golongan salaf sangat menitik beratkan perihal hadis, sampai-sampai para Imam terdahulu bersusah payah menyaring hadis, agar dapat dimanfaatkan oleh generasi akan datang sebagaimana Imam Bukhari yang bersusah payah mengumpulkan hadis-hadis sahih dalam kitabnya, begitu juga disusuli dengan Imam Muslim yang juga mengumpulkan hadis-hadis sahih. Tidak kurang juga antara kitab-kitab hadis yang sahih adalah seperti Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, dan Mustadrak Al-Hakim yang mengeluarkan hadis-hadis yang menurutnya sesuai dengan persyaratan Imam Bukhari dan Imam Muslim.[*]

[*] Akan tetapi yang benar tidak semuanya sahih dalam kitab tersebut yakni kitab Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, dan Mustadrak Al-Hakim. Maka tidak harus terus memakai hadis yang ada dalam 3 kitab tersebut sebelum meneliti derajat hadis tersebut.

Wallahua'lam

Tuesday, April 20, 2010

ASAARI DAN ‘KEAJAIBAN’NYA: PERJUANGAN YANG TAK SELESAI SELESAI!

Oleh: Putera Bani Adam (Majalah I, Januari 2007, Karangkraf Sdn. Bhd.)

Sudah serik. Sudah kecewa. Begitu penafian Asaari semasa ditanya apakah dia terlibat dalam usaha menghidupkan semula Al Arqam. Jika benar begitu, kenapa isu Arqam timbul lagi? Ya, semuanya bermula apabila JAIS mula melakukan tangkapan setelah melakukan proses intipan, siasatan dan pemantauan terhadap anggota Rufaqa di Shah Alam. Jika benar kata Asaari, satu tanda tanya mula timbul… Apakah JAIS rela mengorbankan kewibawaannya hanya kerana sesuatu yang tidak pasti? Apapun isu itu kemudiannya semakin berlarutan. Berbagai perkembangan terpampang di dada akhbar. Dan akhirnya, Pak Lah sendiri turut mengakui bahawa memang wujud usaha-usaha menghidupkan semula Al Arqam. Tentunya sebagai PM Pak Lah sudah mendapat maklumat.

Jika bukan Asaari, siapa yang mahu menghidupkan semula Al Arqam? Bagi Asaari, dia tidak lagi berminat. “Mungkin ada ‘bekas ahli yang berkepentingan,” dakwanya. Apa yang dilakukan oleh Asaari dakwanya, hanyalah menubuhkan Rufaqa, satu entiti perniagaan yang bergerak atas landasan ekonomi. Jadi, siapakah individu yang berkepentingan itu? Asaari tidak pula menjelaskan. Jika benar, mengapa JAIS tidak bertindak terhadap mereka, sebaliknya Asaari pula yang terbabit. Seolah-olah, orang lain yang makan nangka, orang lain terkena getahnya.

Tetapi lain pula halnya dengan pihak yang merasakan Asaari memang terlibat dalam menghidupkan Al Arqam. Bagi mereka Asaari memang tidak menghidupkan ‘nama’ Al Arqam, tetapi isi perjuangan Al Arqam itulah yang telah dipromosikan semula. Nama Al Arqam hanya umpama kulit (sama seperti jubah dan serban hijau mereka satu ketika dulu), yang boleh ditanggalkan atau ditukar sekelip mata. Itu hanya luaran. Namun isi sebenar perjuangan Al Arqam ialah yang merangkumi soal keyakinan, minda, ramalan, impian dan tindakan. Inilah ‘roh’ yang menghidupkan semula Al Arqam yang telah diharamkan.

Apakah petanda yang ‘roh’ itu telah diaktifkan semula? Mudah saja. Asaari dan konco-konconya telah melanggar lima ‘syarat’ keinsafannya sekaligus menjadi ikrar dan janjinya kepada kerajaan sejak mula ditahan dibawah AKDN pada tahun 1995. Lima syarat yang dilanggar oleh Asaari dan konco-konconya ialah:
Pengamalan Aurad Muhamadiah.
Ketaksuban kepada Asaari.
Pembentukan sub-culture di tengah masyarakat perdana.
Ramalan-ramalan politik.
Mencela sistem dan institusi agama dan kerajaan.

BUKTI PERTAMA:

Apakah bukti ke lima-lima syarat itu telah dilanggar oleh Asaari berselindung di sebalik Rufaqa? Ada dua bukti nyata. Satu, VCD – Mengenal Mursyid – yakni ceramah oleh orang kanan Rufaqa, Abu Zaharin Taharim. Keseluruhan isi ceramah tersebut terfokus sepenuhnya kepada pembinaan taksub kepada Asaari, pengamalan Aurad Muhamadiah, berdialog dengan Rasulullah, perundingan Asaari dengan Tuhan tentang ‘penangguhan’ dan ‘pemindahan’ saat kematian para pengikutnya. Dalam VCD ceramah itu jelas kelima-lima ‘syarat’ penghidupan semula Arqam telah dipropagandakan secara terang-terangan.

Cuba berdalih Abu Zaharin dalam satu sidang akhbar yang berakhir dengan penahanannya, telah menyatakan bahawa semua isi ceramah dalam VCD tersebut adalah hasil fikirannya sendiri bukan dari ajaran Ashaari. Mungkin masyarakat umum boleh ‘termakan’ oleh dalih Abu Zaharin itu. Namun, bagi bekas-bekas ahli Arqam (terutama yang telah menolak Asaari), pengakuan Abu Zaharin itu melucukan. Siapa yang berani bersyarah sesuatu yang bukan dari ‘minda Abuya’? Bukankah dalam VCD itu sendiri Abu Zaharin beria-ria memperjuangkan ‘minda Abuya’? Aneh, jika beliau mempromosikan minda Abuya bukan dengan minda Abuya (dengan fikiran sendiri?). Kelakar. Strategi Abu Zaharin, dapat ditebak dengan mudah oleh siapa yang mengenali Al Arqam dari dekat.

Abu Zaharin sebenarnya sanggup ‘dikambing hitamkan’ demi menyelamatkan Asaari. Korban ketaksuban. Namun, strategi itu tidak menjadi kerana Asaari hingga kini tidak pula mempersalahkan apalagi menghukum Abu Zaharin kerana ‘menghidupkan’ semula Al Arqam di luar pengetahuannya. Bukankah kandungan VCD Abu Zaharin itu telah disiarkan oleh TV3 beberapa bulan yang lalu sebelum isu ini meledak? VCD itu turut mendapat tempat di laman-laman web tertentu. Malah majalah Mastika turut menyiarkan kandungan VCD itu dengan tajuk sensasi – Abuya rasa hina macam taik ayam! Abu Zaharin bukan sahaja tidak dihukum kerana menyebabkan Asaari ‘difitnah’, bahkan dia dilantik pula sebagai jurucakap Asaari dalam sidang akhbar anjuran Rufaqa.


Pengakuan bersalah Abu Zaharin hanyalah satu taktik lama. Satu ulang tayang yang membosankan. Strategi yang mudah dibaca oleh sesiapa yang pernah bersama dengan Al Arqam. Taktik yang sama pernah dilaksanakan ketika para pemimpin Al Arqam ditahan di bawah ISA pada kebangkitan Al Arqam kali kedua pada tahun 1996. Penahanan itu sebenarnya memang telah dijangkakan. Para pemimpin yang ‘bakal’ ditangkap telah diarahkan supaya ‘memproses’ pihak Cawangan Khas yang kononnya sudah majoriti menyokong Al Arqam secara senyap-senyap dalam sessi soal-siasat semasa ditahan nanti.

Lucunya, ketika beberapa pemimpin Al Arqam ‘berhempas pulas’ mematuhi arahan Asaari ketika berdepan dengan SB semasa ‘di dalam’, Asaari yang berada di luar membuat sidang akhbar yang mendakwa dia tidak terlibat langsung dengan usaha menghidupkan Al Arqam. Manakala di dalam tahanan, sudah terbukti bukan sahaja SB tidak menyokong Al Arqam malah merekalah yang memainkan peranan menyedarkan para pemimpin Al Arqam tentang ‘mimpi-mimpi siang hari’ Asaari yang kononnya Daulah Islamiah sudah ‘hampir’.

Taktik yang sama cuba diulangi oleh Asaari pada tahun 2006. Kali ini siapa pula yang rela menjadi ‘galang ganti’ untuk dituduh menghidupkan Al Arqam? Siapa sahaja, yang sudah ‘tertangkap’ dengan bukti kukuh, akan menerima nasib yang sama. Yang lain, akan berkata… “oh, kami tidak tahu menahu…” “Oh, kami sudah insaf.”

Justeru, Abu Hasan Din Al Hafiz sendiri tidak percaya atas pengakuan insaf adiknya Khadijah Din yang sebelumnya bersungguh-sungguh mengakui mengamalkan ajaran Asaari khususnya Aurad Muhammadiah. Bagaimana individu yang begitu komited dengan keyakinannya walaupun telah berdepan dengan abang-abangnya (yang begitu tinggi ilmu agamanya) tiba-tiba insaf tanpa melalui proses muzakarah atau mujadalah yang bersifat ilmiah, terus-terang dan hati ke hati. Masyarakat ada alasan untuk meragui. Ini satu taktik dan strategi orang terdesak!

Inilah strategi kotor, pembohongan demi pembohongan yang dilakukan atas justifikasi ‘perang itu satu tipu-daya’. Padahal, itu hanya lantunan pembohongan yang jauh lebih besar atas nama Allah dan Rasul. Jika mereka sanggup berbohong besar atas nama Rasulullah yang didakwa ‘menziarahi’ dan ‘berkomunikasi’ dengan Asaari, apatah lagi berbohong ‘kecil’ dikalangan manusia biasa.

BUKTI KEDUA:

Bukti kedua pembohongan Asaari tentang usaha menghidupkan Al Arqam boleh dilihat melalui buku penulisan isterinya, Khadijah Aam. Buku bertajuk: Abuya Ashaari Muhammad Pemimpin Paling Ajaib di zamannya, itu lebih sarat padat dengan kelima-lima syarat penghidupan semula Al Arqam. Ayat pertama di dalam satu tajuk khusus ‘Aurad Muhammadiah’ pada muka surat 2002 secara terang-terangan menegaskan bahawa Asaari tidak dapat dipisahkan dengan Aurad Muhammadiah.

Akhbar Harian Metro edisi 7 haribulan Desimber 2006 telah menelanjangi pembohongan itu secara jelas. Adalah aneh, pengakuan Khadijah Aam yang begitu tegas, keras dan lantang dalam bukunya tiba-tiba bertukar lembik, lesu dan tidak bermaya apabila Asaari mengakui yang dia dan keluarganya (termasuk Khadijah Aam) tidak mengamalkan Aurad Muhamadiah. Sandiwara apakah ini? Siapa yang cuba ditipu oleh Asaari? Siapa yang cuba dipermainkan oleh Khadijah Aam? Daripada imej yang begitu ‘power’ dalam buku tulisan isterinya, Asaari tiba-tiba bertukar menjadi serik, kecewa dan sakit (?).

Mengapa Khadijah Aam tidak tampil untuk menjadi ‘kambing hitam’ kedua (selepas Abu Zaharin)? Mengapa Khadijah Aam tidak mengakui bahawa dia bertindak di luar pengetahuan suaminya (Asaari) untuk menulis buku tentang keyakinan Asaari terhadap Aurad Muhammadiah sekaligus menegaskan itulah ‘power’ yang menjadikannya layak menjadi Putera Bani Tamim? Mengapa strategi yang sama tidak dilakukan di sini? Mengapa khadijah Aam sehingga rencana ini ditulis terus mendiamkan diri? Kenapa dia tidak mengaku misalnya, yang dia memandai-mandai menulis tanpa ‘minda Abuya’ (fikiran sendiri) dan tanpa arahan suaminya? Dan kenapa pula Asaari tidak ‘menghukum’ Khadijah Aam yang menyebabkan dia terfitnah?

Implikasi penerbitan buku ‘ajaib’ ini ialah: Jika Khadijah Aam tidak tampil dengan pengakuan ‘bersalahnya’, ini bererti apa yang ditulisnya adalah sahih minda Abuya – yakni dengan pengetahuan, izin dan redha suaminya. Ini juga membawa erti bahawa elemen-elemen pengharaman Al Arqam – Aurad Muhammadiah, ketaksuban kepada Asaari, ramalan-ramalan politik, cemuhan terhadap ulama, pembentukkan ‘sub-culture’ atas ketidak percayaan kepada sistem-sistem yang ada (hanya pada sistem Asaari) – adalah satu keyakinan, pegangan dan amalan Asaari hingga buku itu ditulis.

Jika benar demikian, Khadijah Aam hanya merupakan ‘proxy’ sahaja kepada suaminya atas dakyah-dakyah yang dimuatkan dalam buku ‘ajaib’ itu. Cuma dia bernasib baik tidak terpaksa menanggung akibat menjadi ‘kambing hitam’ seperti yang dialami oleh Abu Zaharin.

Teknik ‘super impose’ pada seluar pendek Asaari yang dipanjangkan sewaktu kecil dan tudung kepala yang ‘ditenggekkan’ kepada kepala ibu tirinya pada gambar dalam buku ‘ajaib’ itu secara otomatik telah menjejaskan kreadibiliti penulis dan buku tersebut. Pendedahan yang dibuat oleh bekas Penasihat Undang-undang Al Arqam Zabidi Mohamed dalam TV 3, Berita Harian dan Harian Metro pada 6 dan 7 hb Desimber 2006 mungkin dianggap soal remeh oleh sesetengah pihak. Apalah ada pada ‘tudung’ dan ‘seluar panjang’…

Namun Khadijah Aam faham tentang sentimen para pengikut tegarnya dan pencinta Islam umumnya tentang implikasi pemakaian tudung dan seluar panjang. Kelebihan yang diharapkan oleh Khadijah Aam dengan penyiaran gambar ‘bohong’ itu ialah menambah keyakinan para pengikutnya tentang penjagaan Tuhan terhadap ‘orangnya’. Lihat, sejak kecil dia terpelihara Islamnya. Lihat, ibunya yang bertudung. (Pemakaian tudung dikalangan wanita pada era tahun gambar itu diambil adalah sesuatu yang ‘advance’ dari segi penghayatan Islam). Tetapi strategi itu akhirnya makan diri. Tanpa disedari, ada pihak lain yang memiliki gambar sebenar. Dan pembohongan Khadijah Aam terbongkar. Penutupan aurat bertukar menjadi ‘pendedahan’ pembohongan besar.

Ada beberapa persoalan yang timbul hasil penyiaran gambar bohong itu. Kenapa Khadijah Aam tidak dapat mengesan kemungkinan rahsia itu terbongkar? Jika soal zahir (jelas nyata) itupun Khadijah Aam sanggup berbohong, apalagi soal yang lebih maknawi dan rohaniah yang melibatkan Allah dan Rasul, Imam Mahdi dan Pemuda Bani Tamim, kebangkitan Islam di Timur dan segala yang berkaitan dengannya? Jika soal yang jelas itupun sanggup di‘superimpose’nya, apalagi soal kerohanian yang begitu abstrak tafsirannya.

Al hasil, dalam soal pembohongan gambar ini Khadijah Aam hanya ada dua pilihan – pertama, mengakui ia tidak tahu ada gambar sebenar (yang mana Asaari berseluar pendek). Kedua, dia tahu tetapi masih sanggup berbohong demi strategi… Akibat pilihan itu ialah samada dia tidak jujur atau tidak bijak, atau kedua-duanya sekali!

Kita perlu belajar dari sejarah keikhlasan, kejujuran, ketaqwaan dan sifat warak rijalulhadis (perawi-perawi hadis) yang tidak boleh dipertikaikan soal kreadibilitinya. Bukan sahaja ilmu, malah akhlak seseorang menjadi penentu samada hadis yang diriwayatkannya boleh diterima atau ditolak. Sejarah memaparkan betapa jika ternyata seseorang itu menipu (sekalipun yang ditipunya haiwan) maka hadis yang dibawa tertolak. Hakikat ini sepatutnya mula menyedarkan pengikut-pengikut tegar ajaran Al Arqam yang kononnya terus mendapat mesej-mesej kerohanian. Tolong ihat sumbernya, kaji kesannya, timbang benar atau batilnya!

Sebenarnya, kesesatan ajaran Asaari melalui usaha menghidupkan semula Al Arqam sudah terlalu jelas. Fatwa, undang-undang serta buktinya sudah ada. Sekadar dua bukti terkini (buku ‘ajaib’ Khadijah Aam dan VCD Abu Zaharin) itu sudah cukup untuk dijadikan hujjah dan sandaran. Itu bukti yang telah nyata, belum lagi dari sumber siasatan, intipan dan pemantauan oleh pihak berkuasa.

Jika pengikut Asaari bernasib baik, mereka mungkin diambil tindakan oleh pihak berkuasa. Tetapi jika sebaliknya, mereka akan terus dibiarkan dalam kesesatan yang nyata. Mereka terus khayal dan hanyut dengan berita-berita kerohanian melalui sumber dan dalil yang kabur. Soal akidah akan terus menjadi taruhan kerana kesesatan ini bukan ‘sesat amalan’ tetapi ‘sesat keyakinan’. Mereka perlu ingat takwilan mereka sudah melampau batas hak Allah dan Rasulnya.

Mengapa dikatakan pengikut tegar Asaari dikira bernasib baik jika kerajaan bertindak ke atasnya? Ini kerana itu sahaja, Insya-Allah cara untuk menyelamatkan mereka. Hanya dengan tindakan tegas dan tuntas seperti yang pernah dilakukan terhadap Asaari dan para pemimpin kanan Al Arqam pada tahun 1995 sahaja masalah ini akan selesai. Mungkin tindakan kali ini perlu lebih tegas sekaligus perlukan beberapa ‘nilai tambah’ justeru kesesatan ‘neo-Arqam’ era terkini ini jauh lebih ‘advance’ dari segi keyakinan, gerakan dan tentu sahaja dari segi bahayanya. Itupun jika kerajaan masih melihat bahaya ajaran Al Arqam masih relevan dan signifikan.

Sebaliknya, malang benar bagi Asaari dan pengikut tegarnya sekiranya mereka tidak diambil tindakan. Mungkin mereka berbangga dengan keyakinan bahawa itu adalah petanda mereka dalam kebenaran (kerana menurut mereka tanda kebenaran itu mereka tidak berjaya dimusnahkan musuh. Mereka lupa Komunis, Nazi dan Majusi yang batil itupun kekal hingga kini). Namun hakikatnya, mereka akan terus dibelenggu dengan ‘tafsiran’ demi ‘tafsiran’ atas ramalan kerohanian yang batil dan tidak menjadi. Satu pembohongan terbongkar, timbul satu pembohongan lain untuk menutupnya.

Sikap ‘wait and see’ yang disebut oleh Khadijah Aam dalam bukunya akan terus berlarutan. Begitulah tahun demi tahun. Wait and see… tetapi bila sudah ‘see’ lain pula tafsirannya dan kena ‘wait’ lagi… Jika dulu dalam buku ‘Siapa Mujaddid kurun ke 15’ karya Asaari sepuluh tahun yang lalu sudah ada sikap tunggu dan lihat serta ‘date-line’nya. Namun, apabila date-line itu tidak ditepati, Khadijah masih menagih ‘wait and see’ dalam buku terbarunya. Dan pengikut tegar Asaari akan terus dibuai dengan ramalan demi ramalan hasil eksploitasi dan manupulasi tentang hadis akhir zaman. Inilah ‘nature’ ajaran Al Arqam, satu perjuangan yang tidak selesai selesai!

Malang sungguh bagi pengikut tegar ajaran Al Arqam sekiranya kerajaan mempunyai komitmen yang jauh lebih penting daripada menangani perjuangan mereka yang tak selesai selesai itu. Kita akur dan faham bahawa kerajaan punya prioriti yang begitu banyak dan kompleks. Justeru, pemasalahan ajaran Al Arqam tidak mustahil akan terpendam secara perlahan-lahan dan akan mula dilupakan. Operasi ‘menyelamat’ pengikut tegar ajaran Al Arqam yang menyangka diri mereka ‘penyelamat’ mungkin diberhentikan. Tidak ada harapan ‘hidup’! Dan mungkin kita terpaksa mendengar, melihat dan membaca berita kesesatan yang lebih ‘canggih’ daripada benih dan akar yang sama menjelang tahun 2020 nanti.

Mungkin ketika itu bukan atas nama Rufaqa, Sohibuz Zaman, Power, Ayah Pin, Kerajaan langit dan istilah-istilah lain yang seumpamanya. Mungkin ada cerita dan istilah lain yang lebih canggih dan sensasi… siapa tahu. Wait and see. Mari kita terus memantau….

Tuesday, September 29, 2009

Masalah Yaqzah

Yaqzah yang dimaksudkan disini ialah bertemu Rasulullah secara sedar tanpa dalam keadaan tidur. Istilah ini merupakan antara kunci utama penentu Aurad Muhammadiah dalam kebenaran atau sebaliknya, kerana mereka mendakwa bahawa wirid-wirid dalam Aurad Muhammadiah diperoleh secara yaqzah antara Syeikh Suhaimi dengan Rasulullah di dalam Kaa’bah. Antara yang mengharuskan yaqzah juga selain Al-Arqam adalah dikalangan tarekat sufi lainnya (yang sesat). 

Selain itu, semasa Al-Arqam dahulu, yaqzah telah dibuat dalam bentuk majlis. Dalam majlis tersebut kononnya banyak perkara ghaib yang dapat dilihat dengan pandangan tembus oleh seorang pemuda yang bernama Mujahid (Pemuda MORO Filipina). Pemuda tersebut mendakwa boleh menerima arahan atau perintah dari Syeikh Muhammad Suhaimi sendiri.[1] Dalam majlis itu akan terdedah dosa-dosa setiap ahli pengikut Arqam sehingga kononnya ada wajah-wajah pengikut Arqam yang berubah menjadi Babi, Kuda, Ular dan Anjing. Berikut adalah kisah Majlis Yaqzah dijalankan sebagaimana diceritakan oleh Ustaz Mohd. Roshdi Yusuff dalam bukunya “40 Persoalan Arqam & Aurad Muhammadiah.”

Bagaimanakah Majlis Yaqzah Al-Arqam dijalankan?

Ustaz Mohd. Roshdi Yusuff seorang bekas Al-Arqam menceritakan bahawa Majlis Yaqzah ini dijalankan di beberapa buah perkampungan Arqam. Seluruh ahli-ahli berkumpul di perkampungan yang telah ditentukan masanya. Masing-masing disenaraikan mengikut giliran negeri-negeri. Bagaimanapun tempat berlangsungannya Majlis Yaqzah didakwa ditentukan oleh Syeikh Muhammad Suhaimi. Ini dapat dikesan kerana telah disebut secara terbuka oleh seluruh pemimpin dan ahli-ahli Arqam bahawa terdapat kampung-kampung Arqam yang yang tidak suka dimasuki oleh Syeikh Suhaimi kerana ahli-ahli Arqam kononnya telah tenggelam dalam kehidupan yang mewah seperti membuat rumah besar dan seumpamanya.

Kabanyakan Majlis Yaqzah berlangsung di Perkampungan Arqam Sungai Penchala, Kuala Lumpur. Waktu yang telah dipilih ialah antara selepas solat Isyak dan solat Subuh. Semua ahli-ahli berkumpul dan diarah agar mematuhi segala arahan-arahan yang akan dikeluarkan oleh dalang-dalang Arqam yang diketuai oleh Abdul Halim Abbas[2]. Semua arahan-arahan datang dari sumber Abdul Halim, orang lain hanya jadi pak turut. Semua ahli Arqam pada ketika itu kelihatan takut dan bimbang akan berlaku sesuatu.

Majlis Yaqzah ini dianggap sebagai ‘Era Kerohanian Arqam’. Tujuannya adalah untuk ahli-ahli Arqam menilai serta melihat sejauh manakah ketaatan ahli-ahli Arqam kepada pimpinan Haji Ashaari Muhammad serta kepercayaan terhadap kelahiran Syeikh Muhammad Suhaimi sebagai Imam Al-Mahdi Al-Muntazar.

Sesudah ahli-ahli berkumpul mengikut barisan negeri-negeri, maka Abdul Halim Abbas dengan suara kerasnya berkata:

“Mujahid yang berhadapan dengan saudara-saudara ini adalah seorang yang telah dipilih oleh Syeikh Muhammad Suhaimi untuk mengendali Majlis Yaqzah ini. Untuk pengetahuan saudara-saudara bahawa suatu ketika roh Mujahid ini pernah dikeluarkan dan berangkat ke Makkah untuk bertemu Rasulullah s.a.w. Di Makkah rohnya bertawaf sebanyak 7 kali kemudian ia pulang kembali”

Kemudian ahli-ahli Arqam diingatkan agar jangan cuba menyembunyikan tembelang sendiri, kerana Mujahid kononnya sudah mengetahui dosa-dosa mereka. Jika mereka cuba menyembunyikannya dan tidak mahu mengakui dosa sendiri maka insya-Allah Mujahid akan tunjukkan seorang demi seorang serta akan menyebut apakah jenis dosa-dosa yang telah mereka lakukan itu.

Mujahid kemudian mengingatkan semua ahli Arqam bahawa segala kesahalan mereka yang dilakukan selama ini akan tergambar sebagai rupa Babi, Kuda, Ular dan Anjing. Untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut mereka hendaklah menangis sesunguh hati dengan ikhlas kemudian bertaubat kepada Allah dengan taubat Nasuha, insya-Allah taubat mereka akan diampunkan.

Beberapa minit kemudian Mujahid pengsan. Abdul Halim Abbas segera mengarahkan orang mengipas-ngipas Mujahid, kemudian Halim menyebut bahawa ia mendapat arahan agar semua ahli yang hadis membaca surah Yasin agar dapat membantu memulihkan keadaan Mujahid yang pengsan itu atas alasan tidak tahan melihat orang-orang Arqam yang sudah berubah wajah kepada rupa Babi, Anjing Kuda dan lain-lain.[3]  

Demikian di atas secara ringkas yang saya nukilkan dari buku Ustaz Mohd. Roshdi Yusuff.[4] Demikian kekarutan, kesesatan dan kekhurafatan jemaah Arqam yang mana siapa yang menerimanya pasti akan tersesat. Sekiranya peristiwa (yaqzah) sedemikian pun masih ada yang membenarkannya, pastilah orang tersebut jahil yang berganda-ganda, bahkan dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. Wana’uzubillahi minzalik.

Hadis Man Ra’ani Fil Manam (Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi)

Antara hujah yang digunakan oleh mereka yang menerima konsep yaqzah ini adalah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahawasanya baginda sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ وَلا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي

Maksudnya: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka dia akan melihatku secara sedar dan syaitan tidak sekali-kali dapat menyerupaiku.” [Hadis riwayat Bukhari][5]

Dalam kitab “Al-Fawaid Al-Multaqizoh fi Ar-Raddi ‘Ala Man Za’ama Ru’yah An-Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam Yaqzhoh” karya Abu Muaz As-Salafi telah menerangkan secara sempurna dari segi kefahaman hadis dan taraf hadis tersebut oleh para ahli hadis dan pendapat ulama-ulama muktabar mengenai yaqzah.

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan taraf sahih. Hadis ini diriwayatkan oleh 12 orang sahabat nabi, kemudian dikeluarkan oleh 8 orang periwayat hadis yang menunjukkan bahawa mereka sangat mengambil berat terhadap hadis ini. Namun tidak ada seorang pun dari mereka ini yang meletakkan bab bolehnya yaqzah. Sebagai contoh dalam kitab-kitab fiqh ataupun kitab-kitab hadis biasanya mereka akan meletakkan hukum-hukumnya (pokok hukum) sebagai bab-bab di dalam kitab mereka.

Tidak ditemui dalam kitab-kitab hadis yang melatakkan sebagai bab yaqzah. Tetapi, Cuma diletakkan sebagai kitab (bab) mimpi dan kitab ba’bir mimpi. Jikalau benar yaqzah ini dibolehkan, pasti para ahli hadis akan meletakkan dalam kitab mereka sebagai contoh, bab bertemu nabi secara yaqzah. Ini menunjukkan yang ada cuma mimpi bertemu Rasulullah bukan bertemu dengan nabi secara sedar (dengan melihat susuk tubuh baginda).

Dalam hadis tersebut juga (hadis berkenaan yaqzah di atas) mempunyai 44 tempat yang dikeluarkan dari kitab hadis tentang hadis ini. Dan tidak datang satu lafaz pun pada tempat sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pada lafaz ini secara jazam (pasti) melainkan satu sahaja yang diriwayatkan oleh Bukhari iaitu lafaz:

فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ

Maksudnya: “Maka dia akan melihatku secara sedar.”

Lafaz ini perlu diperhatikan pada riwayat yang lain untuk mengenai pasti apa yang dimaksudkan oleh hadis tersebut. Lafaz-lafaz yang lain adalah seperti berikut:

Lafaz pertama:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي

Maksudnya: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka dia telah melihatku.”

Lafaz kedua:

مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ

Maksudnya: “Barangsiapa melihatku maka ia telah melihat kebenaran (wajah sebenar Rasulullah).”

Lafaz ketiga:

مَنْ رَآنِي فِي النَّوْمِ فَقَدْ رَآنِي

Maksudnya: “Barangsiapa yang melihatku dalam tidur maka dia telah melihatku.”

Lafaz keempat:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ

Maksudnya: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi maka seakan-akan dia melihatku dalam keadaan sedar.”

Lafaz kelima:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ أَوْ لَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ

Maksudnya: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka dia akan melihatku dalam keadaan sedar atau seakan-akan dia melihatku secara sedar.”

Pada lafaz yang kelima di atas ini adalah syaz[6] dan paling kurang mubham[7] dan riwayat lain telah mentafsirkan lafaz ini, iaitu sebagaimana pada lafaz keempat:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ

Maksudnya: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi maka seakan-akan dia melihatku dalam keadaan sedar.”[8]

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan riwayat “Maka dia akan melihatku dalam keadaan sedar” dengan keterangan berikut[9]:

1.      Mana-mana sahabat yang mimpi melihat nabi sebelum dia berhijrah, sedangkan ketika itu Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam telah pun berhijrah. Maka dia pasti akan sempat bertemu Nabi setelah dia pun turut berhijrah. Ini kerana para sahabat yang tidak mendapat mimpi bertemu dengan Nabi, tidak dapat bertemu dengan Nabi (yakni nabi telah wafat) setelah dia berhijrah ke Madinah.

2.      Sesungguhnya dia melihat kebenaran mimpinya (bertemu dengan nabi) itu di akhirat apabila ia bertemu dengan Nabi di sana (di akhirat) kelak bersama umat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.

3.      Dia akan melihat Nabi di akhirat secara istimewa iaitu dapat melihat Nabi dengan lebih dekat (hampir dengan Rasulullah) berbanding orang lain (yang dapat melihat Nabi dengan pandangan biasa sahaja) dan mendapat syafaatnya.

Sementara itu Abdulllah ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma pernah menjawab persoalan yang dikemukakan oleh muridnya Yazid al-Farisi mengenai mimpinya melihat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika persoalan itu diajukan, Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma bertanya: “Apakah kamu dapat menyebutkan sifat-sifat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam yang dilihatmu dalam mimpi itu?” Yazid al-Farisi menjawab: “Ya, baginda adalah seorang lelaki di antara dua lelaki, iaitu bentuk fizikalnya sederhana, kulitnya di antara kehitaman dan putih, tetapi lebih kepada putih, hitam kedua-dua matanya, manis senyumannya, indah raut wajahnya dan janggutnya memenuhi bahagian lehernya.”

Lalu Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:

“Sekiranya kamu melihat baginda dalam keadaan jaga, tentu kamu tidak mampu mensifatkan lebih dari itu.”[10]

Demikian tidak benar pengakuan para sufi dan pengikut-pengikut tarekat yang sesat mendakwa bahawa kononnya syeikh mereka telah bertemu Nabi secara Yaqzah. Bahkan dengan cara yaqzah ini mereka mendakwa tarekat mereka berada dalam kebenaran walaupun mereka tahu bahawa sanad tarekat mereka banyak terputus.

Sekiranya benar amalan yaqzah tersebut, pastilah para sahabat tidak akan bersusah payah berijtihad dikala sepeninggalan baginda sallallahu ‘alaihi wasallam. Pastilah tidak akan berlaku fitnah terbesar dikala kematian Saidina Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu dibunuh yang mana terjadinya dua peperangan sesama muslim sebagaimana tercatit dalam sejarah iaitu perang Jamal dan perang Siffin.

Kenapa tidak ada seorang pun sahabat pada waktu tersebut yang berjumpa dengan Nabi secara sedar? Dengan cara itu dapat menyelesaikan masalah fitnah dan dapat menyelamatkan daripada terbunuhnya ramai sahabat ridwanullahi ‘alaihim ajma’in.



[1] 40 Persoalan Arqam & Aurad Muhammadiah, Mohd. Roshdi Yusoff, Cetakan Pertama 1994, Penerbitan Raqib, halaman 100-101.
[2] Beliau pernah lari ke Indonesia ketika pengharaman Al-Arqam dan kembali ke Malaysia ketika pimpinan bekas perdana menteri yang kelima iaitu Pak Lah Abdullah Ahmad Badawi. Beliau  sekarang berada di Sabah bersama Isteri dan anaknya, dan masih aktif dalam berdakwah.
[3] Diringkaskan dari 40 Persoalan Arqam & Aurad Muhammadiah, Soalan ke-17, halaman 103-109.
[4] Buku tersebut mendedahkan berbagai penyelewengan Arqam dan Aurad Muhammadiah, antaranya persoalan Imam al-Mahdi al-Muntazar yang ditonjolkan oleh pemimpin utamanya, Ustaz Ashaari Muhammad.
[5] Kitab at-Ta’bir, hadis no: 6993; Fathul Bari, 12/383.
[6] Syaz: Riwayat orang yang tsiqah, akan tetapi menyalahi riwayat orang yang lebih tsiqah.
[7] Mubham: Perkataan yang tidak jelas maknanya.
[8] Demikian yang dijelaskan oleh Abu Muaz As-Salafi dalam kitabnya  Al-Fawaid Al-Multaqizoh fi Ar-Raddi ‘Ala Man Za’ama Ru’yah An-Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam Yaqzhoh.
[9] Sila lihat Syarah Shahih Muslim, 15/24-26.
[10] Tirmizi, Peribadi dan Budi Pekerti Rasulullah, Bab bermimpi Bertemu Rasulullah, no: 393.